Lesson From Monkey

A hat-seller who was passing by a forest decided to take a nap under one of the trees, so he left his whole basket of hats by the side. A few hours later, he woke up and realized that all his hats were gone.

He looked up and to his surprise, the tree was full of monkeys and they had taken all his hats. he sits down and thinks of how he can get the hats down. While thinking he started to scratch his head. The next moment, the monkeys were doing the same.

Next, he took down his own hat, the monkeys did exactly the same. An idea came to him, he took his hat and threw it on the floor and the monkeys did that too. So he finally managed to get all his hats back.

Fifty years later, his grandson, also became a hat-seller and had heard this monkey story from his grandfather. One day, just like his grandfather, he passed by the same forest. It was very hot, and he took a nap under the same tree and left the hats on the floor.

He woke up and realized that all his hats were taken by the monkeys on the tree. He remembered his grandfather's words, started scratching his head and the monkeys followed. He took down his hat and fanned himself and again the monkeys followed. Now, very convinced of his grandfather's idea, he threw his hat on the floor but to his surprise the monkeys still held on to all the hats. Then one monkey climbed down the tree, grabbed the hat on the floor, gave him a slap and said............
Guess What????????
............. ........... ........ ....... .. .. .. .. .. .. "You think only you have a grandfather?"

Telaga hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya aram itu ke dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya," ujar Pak tua itu. "Asin. Asin sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua Menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah."
Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar," sahut sang pemuda.
"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.
"Tidak," jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.

Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Beliau melanjutkan nasehatnya."Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."