Give And Take

You have two hands. Take with one and with other you give.
That’s the way life works out and thats the way to live.

What you get and what you give must balance up someday.
It’s give a little, take a little all along the way.

Pravs J - Give And Take

Source : http://pravstalk.com/give-and-take/

Mengapa Jatuh ?

Kenapa bisa jatuh?
Karena tidak awas, lengah.

Mengapa bisa lengah?
Karena tidak perhatian.

Mengapa tidak perhatian?
Karena pikiran selalu tertuju ke diri sendiri.

Mengapa pikiran selalu tertuju ke diri sendiri?
Karena terlalu cinta diri.
Karena terlalu cemas untuk diri sendiri.

Ujung-ujungnya kita jatuh karena terlalu memusatkan hati dan pikiran untuk diri sendiri.

Saat punya sepeda, kita iri dengan yang punya motor.
Saat punya motor, kita iri dengan yang punya mobil dan meremehkan yang punya sepeda.
Saat punya mobil, kita iri dengan yang punya mobil mewah dan tidak ingat susahnya orang yang hanya naik motor dan sepeda bahkan naik angkot dan jalan kaki.

Saat nganggur, kita iri dengan yang sudah bekerja.
Saat sudah bekerja, kita iri dengan yang bergaji besar.
Saat sudah bergaji besar, kita mengeluh keletihan dan meremehkan pegawai rendahan.
Saat sudah jadi bos, kita bergaya hidup lebih seperti konglomerat, dan menganggap karyawan adalah beban.

Saat di bawah kita jatuh akibat iri dengki.
Saat di atas kita jatuh akibat sombong hati.
Sayangnya tidak ada manusia di posisi tengah.

Manusia sejatinya selalu dalam posisi menanjak.
Kala kita memiliki sepeda, kita lebih atas daripada mereka yang naik angkot.
Kala kita hanya bisa kontrak rumah, kita lebih atas daripada mereka yang harus ketakutan rumahnya digusur akibat rumah gubuk.
Kala kita memiliki motor, kita melihat mereka yang memiliki mobil sebagai pijakan untuk maju.
Kala kita memiliki rumah, kita melihat mereka yang memiliki gedung sebagai motivasi untuk berkembang.

Setiap menusia wajib dan berhak untuk melangkah lebih maju, melangkah melalui tanjakan hingga ke puncak.

Saat menuju puncak terbersit rasa bangga mampu melangkah setara dengan batas langit. Saat menuju kedigjayaan, percaya diri akan semakin kuat.

Saat di puncak selalu ada rasa ingin melalui puncak tanpa menyadari jika batas ketinggian yang diraih sudah maksimal dengan segala kondisi udara yang mampu ia hirup.

Saat menuju ketinggian kita menikmati kencang dan dinginnya angin yang melenakan, pemandangan yang menakjubkan, hingga kita lengah. Lengah yang akhirnya membuat diri terperosok lebih jauh akibat jarak tanah dan langit yang sudah terlalu besar.

Saat menuju ketinggian seringkali kita abaikan rasa syukur dapat menghadapi masalah-masalah yang kita hadapi kala menanjak.

Saat meraih ketinggian kita seringkali mengeluh karena beban yang berat.

Saat berjalan ke arah yang lebih tinggi terkadang kita melupakan bahwa masih banyak rekan-rekan yang masih di belakang kita untuk terus dibantu. Termasuk melupakan mereka yang di belakang kita yang turut mendorong kita untuk terus maju ke depan.

Saat menuju ketinggian seringkali bukan FOKUS TUJUAN yang dilihat, tetapi FOKUS DIRI SENDIRI yang diutamakan.

Saat berfokus kepada diri sendiri, kita akan letih karena merasa tidak mampu meneruskannya lagi. Atau juga kita akan terlalu bangga karena merasa telah menjadi seseorang yang kuat dan hebat di atas puncak. Kedua perasaan ini kemudian akan berakhir pada kejatuhan yang amat menyakitkan.

Namun bila kita berfokus kepada tujuan, kita dapat mengenal cara mengatasi medan masalah dengan semangat tanpa mengenal kata menyerah. Jalan kita mungkin sedikit terhambat akibat harus menancapkan paku pada batu cadas sebagai pijakan. Tetapi usaha yang memakan waktu tersebut akan membantu kita mencapai puncak dengan lebih mudah. Sejatinya berfokus kepada tujuan yang hendak dicapai berarti secara tidak langsung kita sudah menggenapi niat tulus kita yang terdalam yang diarahkan oleh-Nya.

Mari kita melangkah ke tempat yang lebih tinggi dalam hidup kita dengan tidak menjadi lengah ketika mencapainya.

Terinspirasi dari kutipan :
Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!


Femi Khirana
Source : kisahkisahinspiratif

Susunan Kehidupan

Suatu sore, Zahra sedang duduk bersama ayahnya di ruang keluarga. Keduanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Zahra, gadis kecil berumur 5 tahun itu sedang bermain dengan buku gambarnya. Sedang sang ayah, tampak tekun membaca majalah.

Sesaat kemudian, Zahra mendekati ayahnya. Ia lalu bertanya, “Ayah, ini gambar apa? Belum selesai ayahnya menjawab, Zahra kembali bertanya, “Kok, hewan ini ada buntutnya? Sang Ayah, dengan sabar menjelaskan semuanya. Disisihkannya majalah di tangannya dan dipeluknya Zahra.

Beberapa lama berselang, Ayah lalu berkata, “Baik, kalau sudah selesai, ayo teruskan saja sendiri ya, sayang. Ayah sibuk. Zahra pun kembali ke tempatnya semula.

Namun, belum lima menit usai, Zahra kembali datang dan bertanya banyak hal. Dia mengoceh tentang hewan, hingga hal-hal yang diluar khayalan. Ayah pun mulai tampak segan dengan semua pertanyaan itu. Sebab, ia ingin sekali menyelesaikan bacaannya. “Ah, kalau saja aku bisa menyibukkan anak ini dengan pekerjaan lain, ” gumam Ayah,” tentu, ia tak akan membuatku repot. Begitu pikirnya dalam hati.

Aha, Ayah pun menemukan ide. Diambilnya gambar rumah dari sebuah majalah lama. Dan diguntingnya gambar itu menjadi beberapa bagian. Ia ingin membuat puzzle!. Tentu, anak umur 5 tahun, akan sulit sekali menyusun puzzle yang bergambar rumah. Ia lalu berkata pada Zahra yang sejak tadi memperhatikannya.

” Zahra, sekarang Ayah punya permainan. Ayo, coba susun kembali kertas ini jadi gambar rumah. Nanti, kalau sudah selesai, baru kamu boleh kembali ke sini. (–Hmm..tenanglah aku sekarang. Aku akan bisa menyelesaikan bacaanku, dan ia pasti akan sibuk sekali dengan pekerjaan ini, begitu gumam ayah.–)

Tiba-tiba. “Aku sudah selesai!” Belum 5 menit berlalu, kini, Zahra sudah kembali dengan susunan gambar rumah itu. Ayah pun bingung, bagaimana bisa ia menyelesaikan tugas yang sulit itu? Ayah lalu bertanya, “Bagaimana caranya kamu menyusun gambar rumah ini? Pasti kamu minta tolong Bunda deh.”

Mata bulat gadis itu berbinar, “Nggak kok. Aku membuatnya sendiri. Sebab, dibalik gambar ini, ada gambar boneka kesukaanku. Jadi, aku menyusun gambar itu saja. Ini, gambar bonekaku, aku senang sekali dengannya.

Sang Ayah pun terdiam. Ia kalah, dan harus siap kembali menerima semua ocehan gadis kecilnya ini.

***

Sahabat, seringkali, kita menganggap anak-anak dengan naif. Kita kerap meremehkan pola pikir yang mereka miliki. Kita, yang sok dewasa, sering berpendapat, anak kecil, bukanlah guru yang terbaik buat kehidupan. Mereka semua hanyalah penganggu, dan sesuatu yang selalu mengusik setiap ketenangan.

Namun sayang, kita kerap salah. Dan Zahra, bisa jadi membuktikannya. Kita, seringkali menganggap dunia ini sebagai sesuatu yang sulit. Dunia, dalam pikiran kita, adalah potongan gambar-gambar yang tak runut. Potongan-potongan itu pulalah yang kita susun dengan perasaan takut. Dunia, bagi kita, adalah tempat segala masalah bersatu. Dan kita merangkainya dengan hati penuh pilu.

Dengan kata lain, dunia, bagi kita, adalah layaknya benang kusut, yang penuh dengan keruwetan, ketakteraturan, dan kesumpekan. Dunia, bagi kita yang mengaku dewasa, adalah amarah, angkara, dengki, dan dendam, iri dan maki serta tangis dan nestapa.

Padahal, kalau kita mau menjenguk sisi lain dunia, ada banyak keindahan yang hadir disana. Ada banyak kenyamanan dan kesenangan yang mampu diwujudkannya. Ya, asalkan kita mau menjenguknya, melihat dengan lebih tekun dan jeli. Mencermati setiap bagian dari dunia yang kita sukai.

Jalin-jemalin kenyamanan yang dapat dirangkai dalam dunia, adalah sesuatu yang indah. Disana akan kita temukan kesejukan, ketenangan, kesunyian, keteraturan, keterpaduan dan segalanya, asalkan kita mau menjenguknya.

Jadi, mana potongan gambar dunia mana yang akan Anda susun? Dunia yang penuh angkara, atau dunia yang penuh cinta? Dunia yang penuh duri, atau dunia yang penuh peduli? Anda sendirilah yang akan menyusun potongan-potongan gambar itu. Susunan yang Anda pilih, akan membentuk kehidupan Anda.

Selamat menyusun potongan hidup Anda!!

Source : kisahkisahinspiratif

Menari di tengah hujan

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang priaberusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya.. Aku menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang aku sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, aku putuskan untuk melakukannya sendiri..

Sambil menangani lukanya, aku bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untu makan siang
bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat di sana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer.

Lalu kutanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 tahun terakhir. Aku sangat terkejut dan berkata, “Dan Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?” Dia tersenyum ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata, “Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia, ‘kan?”

Aku terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku masih tetap merinding, “Cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hdupku.”

*Cinta sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.

Bagiku pengalaman ini menyampaikan satu pesan penting:
*Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, mereka hanya berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. “Hidup bukanlah perjuangan
menghadapi badai, tapi bagaimana tetap menari di tengah hujan.” *

Source: kisahkisahinspiratif