Air, jika dibiarkan terus menggenang, tanpa aliran, lama-lama akan menjadi sarang penyakit. Demikian juga udara, jika dibiarkan berhenti, tak berhembus, akan menimbulkan kepengapan dan akhirnya merusak pernapasan. Semua harus bergerak. Tidak boleh ada yang diam.
Adalah kenyataan bahwa segala ciptaan Allah selalu bergerak. Bumi, matahari, bulan, bintang, dan semua tata surya berotasi tiada henti. Sekali terhenti akan terjadi kerusakan dan bencana yang luar biasa. Bahkan makhluk-makhluk mikro seperti bakteri dan virus pun bergerak.
Hukum Tuhan yang terjadi pada alam raya itu sesungguhnya terjadi juga pada diri manusia. Secara fisik, jika manusia berhenti, diam, dan tidak melakukan aktifitas, maka dalam kurun waktu tertentu kesehatannya pasti terganggu. Selain mudah lelah, berbagai penyakit akan mulai berdatangan.
Demikian pula halnya dengan pikiran.
Seseorang yang membiarkan otaknya berhenti berpikir, maka dalam jangka waktu tertentu pikirannya akan terganggu. Sulit berpikir logis dan sistematis. Berpikirnya meloncat-loncat, sulit mengingat, dan mudah lupa. Menurut penelitian ilmiah, orang yang kurang terbiasa menggunakan pikirannya, pada usia tuanya akan menjadi pikun.
Jika rumus pergerakan itu terjadi pada alam dan individu manusia, maka hal yang sama juga pasti berlaku pada sebuah masyarakat dan organisasi.
Jangan sekali-kali berhenti, diam, atau stagnan. Karena diam itu berarti mati. Diam itu bisa membawa penyakit. Diam itu tidak sehat. Jangan takut perubahan, perbaikan, dan pembaruan. Sebab semua ciptaan-Nya ditakdirkan selalu bergerak dalam sebuah rotasi yang telah ditentukan.
"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak
belum tentu menyelesaikan (perubahan)."
Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, "ChaNge".
Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng
Saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Di tengah-tengah ratusan orang
yang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. "Silahkan, siapa yang
mau boleh ambil," ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke
muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.
Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya
ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius.
Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari
sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh
temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria
maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah
kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan
termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke
depan. Ia lalu kembali ke kursinya. Sekarang hanya tinggal satu orang saja
yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya
berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang
yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.
Saya ulangi pesan Saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap wajah
Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat
keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas
uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens
tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!"
Saya mengatakan, "Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya."
Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya
Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak
bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan?
Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:
"Saya pikir Bapak cuma main-main ............"
"Nanti uangnya toh diambil lagi."
"Malu-maluin aja."
"Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!"
"Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ....."
"Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya...."
"Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas....."
"Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang........."
"Saya, kan duduk jauh di belakang..."
dan seterusnya.
Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka
sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity
(kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak
menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat
dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di
daerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya.
Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam
jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai tidak
percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah pasien
yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya orang di sana satu persatu dan
berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah. Waktu
Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. "Gila
aja....ini kan gara-gara saudara-saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya
ini tidak gila. Mereka itu semua sakit.....". Lantas, apa yang kamu maksud
'sakit'?"
"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya
selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu mengharapkan
perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari.....,"
katanya penuh semangat." Saya pun mengangguk-angguk.
Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya,
Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman
Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai
dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke
hari, Jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang
kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.
Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak
yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak
terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi
perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik.
Perubahan akan gagal kalau pemimpin-pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana
yang kosong akan destruktif.
Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang
yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai,
dan seterusnya. Get Started. Get into the game. Get into the playing field,
Now. Just do it!. Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh
oleh orang-orang yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam
rapat dan cuma membuat peraturan saja. Makanya tranformasi harus bersifat
kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh manusia,
yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju. Manusia
pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, yang
menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners
dengan losers adalah "Winners take action... they simply get up and do what
has to be done...".
Selamat bergerak!
Sumber: Bergerak oleh Rhenald Kasali
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment